Banyak orang yang bertumpuan ke warteg untuk makan. Untuk semua kalangan, harga makanan di warteg sudah dikenal sangat terjangkau. Bagaimana pemilik warteg mempertahankan usahanya?
Demi menghidupi anggota keluarga, pemilik warteg memandang warteg adalah usaha yang menjanjikan. Keuangan usaha warteg dibuat rapi meskipun serba sederhana dalam pengelolaanya.
Mulai belanja bahan mentah, memasak makan sampai siap saji, menata ruangan, hingga melayani pelanggan yang datang dikerjakan sendiri oleh warteg sebagai penyedia makanan. Kadang bebrapa hal tersebut dilakukannya disaat yang bersamaan.
Warteg Warmo juga mengalami hal yang sama, sejak tahun 1970 berdiri, Warteg Warmo sudah dikelola generasi yang kedua, Reza Harafi dan pegawainya yang berjumlah 12 orang. Mulai pukul 07.00 sampai malam mereka mengelola dan menjaga warteg secara bergantian.
Reza mengungkapkan bahwa Pukul 07.00 pulang dari pasar mulai masak nasi, memotong sayur, serta mengolah daging, kemudian diletakkan di etalase. Pukul 09.00 makanan sudah mulai matang, ada yang kerja dari pukul 07.00 sampai pukul 19.00, kemudian gantian kerja dari pukul 19.00 sampai makan habis kir-kira pukul 02.00 dan kerja trus sampai pukul 07.00 esok harinya.
Suka maupun duka juga mengiringi perjalanan Warteg Warmo, tetapi tak menghentikan Warteg Warmo untuk mempertahankan usahanya kendati dua kali wartegnya mengalami kebakaran. Harga bahan mentah yang naik terus juga sudah menjadi hal biasa.
Meski harga bahan makanan naik, harga menu makanan belum tentu ikut naik, kalaupun naik tidak bisa terlalu tinggi. Harga makanan akan ditahan jika harga bahan naik cuma beberapa hari, tetapi jika naiknya berhari-hari bahkan terus naik terpaksa harus menaikkan harga makanan.
Prinsip yang digunakan namanya’“jual rugi’ yang artinya walaupun untung tipis atau bahkan malah rugi warteg tetap jualan. Ditambah lagi jika pengunjung yang datang hanya sedikit. Terpaksa untuk potongan seperti menu daging dikecilkan, tetapi urusan bumbu tidak pernah dikurangi.
Setiap hari, siang maupun malam Reza tetap setia mengelola wartegnya dengan prinsip ‘jual rugi’ tersebut agar bisa menghidupi keluarga di rumah dan 12 pegawainya. Kadang meski hari raya atau libur pun warteg tetap buka.
0 komentar